By. KIM Juragan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kanker serviks adalah jenis kanker nomor empat yang paling sering menyerang wanita dan mematikan. Ditambah, kanker ini paling banyak ditemukan di negara berkembang dibanding negara maju.
Menurut data Globocon 2018, kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469 jiwa. Dilansir dari Tribunnews, angka kematian akibat kanker serviks mencapai 18.279 per tahun. Artinya, ada sekitar 50 perempuan Indonesia meninggal dunia akibat kanker serviks.
Dibanding data Globocon 2012, angka itu melonjak tajam, yang menyatakan 26 perempuan Indonesia meninggal karena kanker serviks setiap tahunnya.
“Kanker serviks adalah kanker atau keganasan yang menyerang di leher rahim. Rahim adalah organ kandungan pada perempuan tempat nanti janin dari ibu akan menempel di sana.” Terang Dr. Haryo Satrio Muhammad, kepada KIM Juragan, Sabtu (4/5/2019) Pagi.
Maka dari itu pentingnya pengetahuan dari masyarakat, terutama masyarakat Kapuas Hulu untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksinya. Apabila sudah terdeteksi secara dini dia tidak akan berkembang untuk menjadi kanker serviks pada tahap lanjut dan mempunyai kemungkinan hasilnya lebih baik tidak perlu untuk penanganan tingkat lanjut.
Di agenda rutin bulanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Achmad Diponegoro, penyuluhan kali ini, Kamis (2/5/2019) dr. Haryo berkesempatan mengisi materi tentang kanker serviks.
dr. Haryo menenkankan pentingnya deteksi dini menggunakan cek Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) yang bisa dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Cek IVA itu adalah pemeriksaan leher rahim yang bisa digunakan sebagai tahap pendeteksian awal. Tes ini menggunakan asam asetat atau asam cuka dengan kadar 3-5 persen, setelah itu diusapkan pada leher rahim.
“Penyakit kanker serviks sering tidak bergejala pada tahap. Dan apabila tahap awal sudah terjaring dengan deteksi dini hasilnya lebih baik dan angka harapan hidupnya jauh lebih besar.” Pungkas dr. Haryo. (Ria).