Menjadi seorang petugas pemadam kebakaran atau damkar merupakan profesi yang berisiko tinggi. Bukan hal yang mudah untuk menjadi penjinak api. Butuh kekuatan fisik dan psikis karena harus siap. Kapan pun dibutuhkan saat terjadi kebakaran atau bencana lainnya harus siap terjun ke lapangan.
Hal inilah yang dirasakan Hermansyah (46), pria yang sudah 6 tahun menjalani profesi sebagai petugas damkar. Banyak suka maupun duka menjadi seorang petugas damkar. Ketika sudah memutuskan menjadi petugas damkar banyak yang harus dikorbankan.
Sebab damkar sifatnya layanan serta emergency, dan memang harus siap kapan pun dipanggil untuk bertugas 1x 24 jam.

Meski begitu, banyak yang bangga menjadi seorang petugas damkar. Sebab keselamatan banyak orang ada di tangan petugas damkar saat terjadi kebakaran. “Saya berani mengorbankan apa saja demi profesi ini walaupun itu nyawa saya sendiri,” ucap bapak dua anak ini.
Kami juga harus mengutamakan tugas dibandingkan waktu bersama keluarga.
Misal saat ada acara keluarga atau saat bersama istri dan anak, jika ada kejadian kebakaran harus siap selalu ke lokasi kejadian. Karena seorang petugas wajib menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan saat kejadian.
“Kalau tidak langsung turun dan ditanggapi dengan cepat, akan berakibat fatal terhadap orang lain,” ujarnya.
Hermansyah yang biasa disapa Duge ini mengakui pekerjaan yang dilakoninya memang tidak mengenal waktu, baik pagi, siang, sore maupun malam hari.
“Makanya jika ingin menjadi seorang petugas damkar harus siap dengan kondisi apa pun dan harus berjiwa sosial dan ikhlas serta tidak merasa beban bertugas di pemadam kebakaran”
“Intinya pantang pulang sebelum padam, walau nyawa taruhannya,” terangnya.
Syukurnya, istri dan keluarganya sudah memahami pekerjaan yang dilakoninya. Walaupun terkadang waktu bersama keluarga mesti dikorbankan demi bertugas dan menolong orang lain.
“Sampai saat ini anak, istri dan keluarga saya sangat mendukung. Karena mereka mengatahui pekerjaan pemadam itu untuk membantu masyarakat,” ujarnya.
Hal yang membuat Her tetap semangat bertugas di damkar, selain semangat dari keluarga tercinta, juga rasa kebersamaan dengan rekan seprofesinya untuk membantu orang lain.
“Jadi rasa capek, lelah terbayarkan jika pekerjaan membantu orang itu bisa selesai saat bersama-sama mengerjakannya. Soalnya di damkar ini jika tidak hadir satu orang akan kesusahan melaksanakan tugas tersebut,” ucapnya.
Meskipun harus siap dengan kondisi apa pun, masih banyak pemahaman masyarakat lainnya yang kurang tepat terhadap upaya memadamkan kebakaran, ujarnya.
Misalnya soal kecepatan dalam merespon laporan tentang kebakaran. Masyarakat pada umumnya selalu berharap tim pemadam kebakaran bisa cepat tiba di lokasi kebakaran beberapa saat setelah mereka melaporkan .
“Memang response time idealnya ada di kisaran 12 sampai dengan 15 menit,” ungkap bang Her yang menilai sangat wajar apabila masyarakat berharap laporannya bisa direspon sangat cepat.
Sayangnya respon secepat itu terkadang sulit dicapai karena hambatan kondisi di lapangan.
Jarak tempuh antara Pos Pemadam Kebakaran dengan lokasi peristiwa yang relatif jauh misalnya, bisa menjadi hambatan, tuntasnya.
