Kabupaten Kapuas Hulu merupakan penghasil bibit ikan arwana terbesar di Indonesia. Ikan tersebut bahkan menjadi komoditi ekspor kebeberapa negara luar, seperti Tiongkok dan beberapa negara lainnya. Akan tetapi hingga saat ini kabupaten Kapuas Hulu belum bisa mendapatkan pemasukan retribusi bahkan imbas Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak ekspor ikan tersebut. Hal tersebut karena belum ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengaturnya.
Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir SH mengatakan bahwa, selama ini Kapuas Hulu tidak mendapatkan hasil dari ekspor arwana. Padahal Kapuas Hulu adalah pusat pembudidaya ikan endemik tersebut. “Pajak ekspor ikan Arwana ke luar negeri itu cukup besar, tapi kita tak dapat apa – apa,” ucapnya disela kegiatan pembentukan cagar biosfer di Bappeda Kapuas Hulu, Senin (20/1/2020).
Bupati mengharapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) Republik Indonesia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Pemprov Kalbar dan Pemda Kapuas Hulu dapat duduk bersama dan menghasilkan titik temu, terkait DBH tersebut. Kapuas Hulu sebagai pusat pembudidayaan hendaknya mendapat bagian DBH untuk pembangunan daerah. “Kapuas Hulu membutuhkan anggaran DBH tersebut untuk dapat memaksimalkan pembangunan yang ada,” ujarnya.
Kepala Dinas Perikanan Kapuas Hulu, Roni Januardi menuturkan Pemkab Kapuas Hulu selama ini telah ikut andil dalam melakukan pembinaan kepada para penangkar, serta mempermudah hadirnya usaha penangkaran arwana. Upaya pembinaan tersebut juga sudah menyedot anggaran daerah. “Seharusnya upaya pembinaan itu bisa menjadi pertimbangan bagi pemegang kebijakan terkait DBH tersebut, agar Kapuas Hulu mendapatkan imbas DBH ekspor arwana,” tegasnya.
Roni mengatakan, untuk kewenangan dalam penentuan pajak dana bagi hasil bukanlah dari Pemkab Kapuas Hulu. Melainkan kewenangan dari Pemprov. “Untuk pajak ekspor setahu saya jumlahnya sangat besar mencapai belasan milyar pertahun,” tuturnya.
Roni menjelaskan, aturan tentang perlindungan satwa langka menetapkan ikan Arwana yang dilindungi. Karena dilindungi maka jual beli ikan ini diijinkan dalam penangkaran saja. Bukan hanya penangkaran namun ikan ini berkembang dengan sistem budidaya. “Ya kita harap kedepannya masalah DBH Ikan Arwana ini lebih diperjelas lagi,” ucapnya.
Kasi wilayah II KSDA Kalbar, Bharata Sibarani menjelaskan terkait ikan Arwana diatur dalam Kementrian Kehutanan, jadi konsep ikan arwana itu satwa lindung yang bisa ditangkarkan. Hasil penangkaran bisa diperdagangkan. “Kalau ikan Arwana yang ada saat ini bukanlah budidaya, tapi penangkaran. Penangakaran itu ada kewajiban untuk melakukan rilis, maka ini ijinnya penangkaran, bukan budidaya,” jelasnya.
Lanjut Bharata, jika Pemda Kapuas Hulu untuk mendapat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari DBH ikan Arwana, Pemda Kapuas Hulu harus ada retribusi tentang Arwana. Sehingga ada payung hukumnya untuk mendapatkan DBH ikan Arwana ini. “Sampai hari ini, setahu saya Pemda Kapuas Hulu belum ada Perda tentang retribusi ikan Arwana ini,” ujarnya.
Untuk itu Bharata menyarankan, agar Pemda Kapuas Hulu dengan perangkatnya agar dapat menerbitkan Perda Retribusi Ikan Arwana. “Bayangkan untuk ekspor Ikan Arwana yang berijin saja ada 3000-5000 ekor perbulannya. Jika diuangkan itu bisa belasan miliar,” tuntasnya. (yohanes)